Realisasi PP Sabang

Implementasi PP No.83 Tahun 2010
tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang

Kewenangan yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Aceh sebagai Dewan Kawasan Sabang dalam hal penanggungjawab yang kemudian melimpahkan kewenangan dari segi pelaksana dilapangan kepada Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Oleh Pemerintah Aceh memperkirakan untuk membangun Sabang dibutuhkan anggaran sebesar Rp47 Trilyun, tentu anggaran sebesar ini belum bisa dipenuhi oleh APBN maupun APBA.
Agar supaya dalam pengembangan sabang menjadi tidak terkendala hanya disebabkan ketiadaan anggaran/dana, perlu diikutsertakan investor baik dalam negeri maupun investor luar negeri, karena di dunia ini tidak ada satu negara pun yang dapat membangun daerah/negaranya tanpa peran serta dari investor. Oleh karena itu perlu diciptakan iklim investasi yang mendukung dan meransang investor untuk mau dan berkeinginan menginvestasikan modalnya di sabang.
Banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada DKS melalui BPKS yang di dalam PP No.83 Tahun 2010 di sebut sebagai lembaga pemerintah non- struktural, terutama:
o penerbitan surat izin usaha
o izin investasi
o izin lainnya yang dibutuhkan bagi pengusaha yang mendirikan /menjalankan usaha di kawasan sabang.
Adapun yang utama harus dipersiapkan dan dilakukan oleh Pemerintah Kota Sabang bersama dengan BPKS sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Aceh (pelaksana dilapangan) adalah:
1. Pembagian tugas dan fungsi masing-masing secara jelas dan transparan, untuk menghindari ketimpangan dalam melaksanakan kewajiban dan tanggungjawab masing-masing. Berkaitan dengan pelimpahan sebagian kewenangan dari Pemerintah Pusat di bidang perizinan dan kewenangan lain kepada DKS, sebagaimana termaktub dalam PP No.83 tahun 2010, pasal 4, yaitu:
Kewenangan di bidang perizinan, mencakup bidang:
 Perdagangan (12 item);
 Perindustrian (9 item);
 Pertambangan dan energi (11 item);
 Perhubungan (6 item);
 Pariwisata (2 item);
 Kelautan dan Perikanan (4 item)
 Penanaman Modal (7 item)
Di luar itu, DKS masih memiliki kewenangan lain, yaitu;
 Bidang penataan ruang (3 item);
 Lingkungan Hidup (2 item);
 Kewenangan pengembangan dan pengelolaan usaha;
 Pengelolaan aset tetap.
2. Koordinasi dan tanggungjawab dalam keseluruhan pelayanan investasi, mengingat aspek investasi begitu penting dan terkait dengan berbagai aspek ekonomi lainnya. Untuk pedoman bisa di lihat pasal 27, 28 dan pasal 29 undang-undang tentang penanaman modal no.25 tahun 2007.
3. Pemerintah Kota Sabang bersama dengan BPKS harus membuat dan mempunyai target untuk mendukung rencana induk pengembangan Sabang.
4. Sama-sama memberikan kontribusi yang maksimal demi kemajuan daerah sabang dan terwujudnya masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, adil, sejahtera, mandiri, makmur serta maju dan bermartabat
Jaringan kerja sama antara Pemerintah Kota Sabang dengan Badan Pengembangan Kawasan Sabang (BPKS), harus menghindari antara lain:
1. terlalu sentris;
2. ada kesenjangan (gap) yang besar antara BPKS dengan Pemerintah Kota Sabang;
3. terlalu elitis;
4. didominasi oleh kelompok tertentu sehingga mengurangi kelancaran komunikasi dengan kelompok lain;
5. terlalu birokratis dalam menangani kasus-kasus yang memerlukan fleksibilitas;
6. terjadinya tumpang-tindih di antara berbagai jaringan kerja, sehingga timbul rangkap jabatan di antara pimpinan/ pelopor/ penggerak jaringan-jaringan kerja tersebut yang mengurangi efektivitas kerja masing-masing jaringan;
7. timbulnya degradasi pembinaan jaringan-jaringan kerja yang cenderung menjadi semacam business atau profesi para penggeraknya, yang mengorbitkan mereka menjadi profesional organizers yang sibuk berseminar dan berlokakarya di hotel-hotel mewah di dalam dan luar negeri, jauh dari tujuan untuk kesejahteraan masyarakat Sabang pada khususnya dan Penduduk Indonesia pada umumnya;
8. sasaran keprihatinan (issues) yang menjadi agenda digarap secara angin-anginan saja, tunduk pada kendala dana.
Tiga pilar utama yang dibutuhkan sebuah investasi, yaitu Infrastruktur, Kepastian hukum, dan Keamanan. Secara Yuridis PP No.83 tahun 2010 makin menjamin kepastian hukum terkait pengelolaan Freeport dan freetrade Zone Sabang, dengan kata lain baru bisa implementatif dan fungsional.
Dalam teori ekonomi, faktor investasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Paul M. Jhonson, investasi adalah seluruh pendapatan yang dibelanjakan oleh perusahaan atau lembaga pemerintah untuk barang-barang modal yang akan digunakan dalam aktivitas produktif.
Peranan investasi dalam ekonomi bersifat sangat strategis. Tanpa investasi yang cukup memadai, maka jangan diharap ada pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta tidak akan pernah terlihat peningkatan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik. Kebijakan investasi diharapkan dapat menjadi ransangan bagi peningkatan kesempatan kerja di masyarakat.
Pemerintah daerah yang rasional berlomba-lomba mengedepankan kebijakan investasi yang ramah terhadap dunia usaha dan atraktif untuk menarik modal. Kegagalan dalam kebijakan ini akan berimplikasi terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Mengingat pentingnya peranan investasi, maka kebijakan investasi di tangan Pemerintah Daerah akan menjadi kebijakan utama.
Kebijakan investasi merupakan alat untuk manarik para pemilik modal (investor) untuk menanamkan modalnya di Sabang. Pemilik modal tersebut bisa berasal dari dalam negeri dan luar negeri (asing). Namun demikian, kebutuhan akan kehadiran investasi asing bersifat khusus, dan karenanya menarik investasi asing harus dilakukan dengan cara yang khusus, mengingat persaingan yang ketat dengan negara lain. Jadi sistem hukum, kelembagaan, dan insentif harus dibangun sebaik mungkin agar sabang menjadi tujuan investasi yang menarik.
Adapun payung hukum yang berkenaan dengan Penanaman Modal (Investasi) yang telah dikterbitkan oleh negara menjadi dasar/pedoman bagi Pemerintah Daerah (pengambil/pembuat kebijakan) yaitu Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (investasi). Undang-undang investasi ini ditujukan untuk memudahkan mekanisme dan birokrasi dalam pengaturan penanaman investasi.
Di daerah sudah terkenal anekdot bahwa pemerintah datang ketika tidak diperlukan sehingga kedatangannya mengganggu. Sebaliknya, pemerintah tidak datang dan kurang berpartisipasi jika diperlukan. Karena itu, masalah ini harus dipecahkan pada berbagai tingkatan mulai dari level undang-undang, kelembagaan dan birokrasi sampai tingkatan implementasinya di lapangan.
Azas (pasal 3 ayat 1) dari undang-undang no25 tahun 2007, adalah:
1. Azas kepastian hukum
Karena posisinya sebagai dasar aturan main bagi kegiatan investasidan kegiatan ekonomi terkait lainnya.
2. Azas keterbukaan
Segala sesuatu yang terkait dengan penyelenggaraan penanaman modal bersifat terbuka bagi publik dan semua pihak.
3. Azas akuntabilitas
Penyelenggaraan penanaman modal mesti memenuhi prinsip akuntabilitas secara profesional maupun akuntabilitas kepada publik.
4. Azas perlakuan yang sama
Pemerintah atau otoritas penanaman modal memperlakukan investor secara sama terutama dalam hal pelayanan penanaman modal.
5. Azas kebersamaan
Yakni prinsip pentingnya saling membantu dan saling memperkuat jika terdapat peluang dalam kerjasama investasi. Artinya pihak pemerintah daerah dan swasta ikut serta memperkuat modal sosial dalam kegiatan investasi dan bisnis sehingga semakin berdampak positif bagi perekonomian secara keseluruhan.
6. Azas efisiensi berkeadilan
Kegiatan investasi sebagai bagian kegiatan ekonomi harus bersifat efisien, mampu bersaing di pasar dalam negeri, murah harganya dan berkualitas sehingga masyarakat konsumen dapat menikmati kesejahteraan yang lebih baik. Juga memberi kesempatan secara adil kepada kalangan pengusaha kecil dan menengah.
7. Azas berkelanjutan
Pemerintah maupun swasta memperhitungkan kegiatan investasi sebaik mungkin sehingga berkesinambungan sebagai kegiatan ekonomi.
8. Azas berwawasan lingkungan
Kegiatan investasi diharamkan mengganggu dan merusak tatanan lingkungan hidup yang baik.
9. Azas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (Tercantum di dalam UUD 1945, pasal 33).
Tujuan (pasal 3 ayat 2) dari undang-undang no25 tahun 2007 yaitu:
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
2. Menciptakan lapangan kerja
5. Meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
6. Meningkatkan daya saing dunia usaha
7. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi
8. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
9. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri
10. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ini merupakan tujuan akhir dari kegiatan penanaman modal karena kemanfaatan ekonomi, kesempatan kerja, pendapatan, dan peningkatan kualitas hidup akan dirasakan sejalan dengan peningkatan investasi baik dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya.
Ada pertanyaan, apakah ada kemungkinan aturan main pada tingkat undang-undang, peraturan pemerintah atau instrumen lainnya, yang dapat mendorong investasi. Instrumen undang-undang, peraturan pemerintah atau instrumen lainnya perlu mengakomodasi permintaan pasar sehingga Sabang menjadi tujuan investasi yang menarik. Untuk merealisasikannya yang perlu dilakukan adalah:
1. Kelembagaan
Harus ada sistem terpadu satu pintu atau setidaknya sistem satu atap agar pelayanan dan penyelesaian perizinan investasi berjalan cepat dan efektif. Faktor birokrasi dan pelayanan merupakan faktor kunci dan menjadi ujung tombak dalam memajukan sistem dan kegiatan investasi.
2. Usaha memperkuat kelembagaan dan keleluasaan peran daerah.
3. Instrumen aturan mesti memberikan fasilitas yang menarik dan atraktif.
4. Penyediaan fasilitas yang bisa diberikan kepada penanam modal agar tertarik datang ke Sabang, misalnya fasilitas keimigrasian agar mobilitas orang, investor dan tenaga kerja berjalan dengan lancar.
5. Fasilitas fiskal merupakan instrumen yang sangat penting agar investasi bergulir.
6. Kemudahan pelayanan dan perizinan hak atas tanah berupa pemberian perizinan perpanjangan yang dapat diperpanjang di muka. Merupakan fasilitas yang sangat penting guna menjamin kondusifitas iklim investasi di Sabang.
Peranan Pemerintah Daerah di bidang Penanaman Modal/Investasi
A. Pemerintah Daerah Penghambat Investasi
Selama ini Pemerintah Daerah disinyalir masih mempunyai peran negatif atau menjadi faktor penghambat bagi perkembangan investasi di daerah. Banyak aturan main yang dibuat justru membelit proses investasi di daerah sehingga banyak investor hengkang. Pemerintah daerah sering membuat aturan main yang dapat menambah pundi-pundi pendapatan daerahnya dengan menetapkan prosedur dan birokrasi yang dapat menghasilkan uang tanpa memikirkan dampak negatif yang ditimbulkannya.
1. Pemda dan Otonomi Daerah
Untuk itu, pemerintah daerah semestinya bisa lebih aktif dalam memperbaiki iklim investasi di daerah. Hal ini sangat penting mengingat setelah adanya otonomi daerah peran pemda dalam mengambil dan mengatur kebijakan sangatlah besar. Dengan peran barunya, pemerintah daerah seharusnya sudah bisa mandiri dan menetapkan kebijakan yang tidak egois. Pemerintah daerah harus bisa menjadi pendorong bagi perekonomian sehingga pada saat/masa mendatang peran pemda bisa dirasakan lebih besar lagi.
2. Pemda dan SBI
Banyak pihak di lingkungan pemda dan DPRD tidak memahami peranannya dalam investasi sehingga dana daerah justru di simpan di dalam SBI bukan diinvestasikan. Pemerintah daerah terkesan hanya ingin mencari untung dengan jalan pintas dengan tanpa kerja keras. Bisa dibayangkan, dengan menyimpan dana APBD di SBI, maka pemerintah akan mendapatkan marjin keuntungan dari bunga yang diperoleh tanpa melakukan usaha-usaha yang produktif.
Peranan pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten kota bersifat sangat strategis. Sesuai undang-undang otonomi daerah dan semangat desentralisasi maka implementasi kebijakan, pelayanan, perizinan dan sebagainya dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Jadi, pemerintah daerah saat ini memegang peranan yang mengendalikan dinamika ekonomi dan investasi di masing-masing daerah.
3. Azas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam bidang penanaman modal pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah daerah, kecuali yang menjadi urusan pemerintah pusat. Penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut oleh pemerintah daerah wajib didasarkan pada azas eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal.
B. Pemerintah Daerah sebagai Motor Penggerak
Mengingat pentingnya peranan pasar investasi dalam ekonomi dan kesejahteraan rakyat, maka pemerintah daerahnya akan selalu berusaha membuat iklim investasi yang kondusif. Kebijakan yang ramah investasi akan di buat dengan dukungan usaha promosi yang proaktif. Jika investasi berkembang, maka ekonomi daerah akan tumbuh dengan cepat, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Daerah yang menawarkan insentif, pelayanan, dan kemudahan-kemudahan untuk menarik minat para investor seperti aspek birokrasi, perpajakan, sistem pendukung industri, dan infrastruktur yang memadai yang kemudian menjadi perhatian investor dan daya tarik tersendiri dari daerah.
Pemimpin pemerintah daerah, yang mempunyai otoritas terhadap investasi perlu membangun jaringan yang kuat kepusat-pusat investasi dunia dengan berkoordinasi pemerintah pusat.


Oleh: Mukhlis, S.Pt, M.Ec.Dev
Staf UPTD Puskeswan

PP Batam, Bintan dan Karimun Thn 2007

Dampak dikeluarkannya PP No.46, 47, dan 48 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun di Provinsi Kepulauan Riau

Dalam rangka membuka lapangan kerja serta sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian nasional, sejak tahun 2005 Pemerintah telah bertekad untuk meningkatkan arus investasi ke Indonesia. Upaya tersebut dilakukan dengan mengembangkan iklim yang kondusif pada wilayah-wilayah yang potensial sebagai tujuan investasi yang selama ini belum optimal pengembangannya. Dalam kaitan tersebut, penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas merupakan salah satu pilihan dalam mengembangkan daya tarik investasi pada wilayah-wilayah potensial. (Jakarta, 16 Mei 2008 &ndash)
Untuk mempercepat pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, pada tanggal 4 Juni 2007 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 yang kemudian ditetapkan menjadi UU No. 44 Tahun 2007, yang pada hakekatnya merupakan perubahan atas UU Nomor 36 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Dengan perubahan tersebut maka penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas tidak lagi harus melalui Undang-Undang, tetapi cukup ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah.
Kebijakan ini kemudian diikuti dengan penerbitan:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
2. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun pada tanggal 20 Agustus 2007.
Sebagai langkah tindak lanjut penetapan Batam, Bintan dan Karimun sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, pada tanggal 7 Mei 2008 telah ditetapkan:
 Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
 Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan
 Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun.
Sebagaimana ketentuan yang berlaku, keanggotaan ketiga Dewan Kawasan tersebut (Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun) didasarkan pada usulan yang disampaikan oleh Gubernur Kepulauan Riau bersama DPRD.
Dengan penerbitan ketiga Keppres tersebut, maka akan segera dibentuk Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Batam, Bintan dan Karimun yang akan ditetapkan oleh Dewan Kawasan. Disamping pembentukan Badan Pengusahaan, Dewan Kawasan juga dapat membentuk Tim Konsultasi yang terdiri atas para pemangku kepentingan (stakeholders) seperti:
• Asosiasi pengusaha,
• Serikat pekerja,
• Pakar akademis,
• Tokoh masyarakat dan lainnya.
Selain itu, untuk membantu Presiden dalam mengkoordinasikan Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Indonesia, Pemerintah menganggap perlu untuk membentuk Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang diketuai oleh Menko Perekonomian, sehingga pada tanggal 7 Mei 2008 telah ditetapkan pula Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 30 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Dewan Nasional bertugas membantu Presiden dalam penetapan kebijakan makro dan pembinaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Indonesia, yang kemudian dijabarkan implementasinya di tingkat provinsi oleh masing-masing Dewan Kawasan.

Upaya Pemerintah tersebut memperoleh tanggapan yang sangat positif dari para investor asing yang tercermin dari meningkatnya investasi di Provinsi Kepulauan Riau selama perioda 2006 - 2007. Bila pada tahun 2006 jumlah persetujuan penanaman modal asing mencapai sekitar US$ 484 juta, atau sekitar Rp. 4,4 trilyun, maka pada tahun 2007 besarnya persetujuan terhadap penanaman modal asing meningkat menjadi sekitar US$ 10.018 juta, atau hampir Rp 90 trilyun (sumber: BKPM).

Analisa terhadap PP No47 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan
Adapun pertimbangan Pemerintah menetapkan PP ini adalah:
1. Telah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;
2. Untuk lebih memaksimalkan pelaksanaan pengembangan serta menjamin kegiatan usaha di bidang perekonomian yang meliputi:
• perdagangan,
• maritim,
• industri,
• perhubungan,
• perbankan,
• pariwisata, dan bidang bidang lainnya.
3. Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang, pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Namun Pertimbangan lain yang sangat penting adalah adanya komitmen Pemerintah Daerah yang bersangkutan untuk melaksanakan pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Dasar hukum/mengingat akan amanah konstitusi, yaitu:
1. UUD 1945,
 pasal 5 ayat 2, yaitu: Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
 pasal 33 ayat, yaitu:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. ****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang.
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang.
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.


Oleh: Mukhlis, S.Pt, M.Ec.Dev
Staf UPTD Puskeswan Sabang

PP No.83 Tahun 2010

PP No.83 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang

Sebagai aturan pelaksana UU No.37 Tahun 2000 tentang Kawasan Pelabuhan Bebas Sabang pada tanggal 20 Desember 2010 dan BPKS dinyatakan sebagai pelaksana di lapangan. PP tersebut memuat rincian kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada DKS, antara lain bidang:
1. perdagangan
2. perindustrian
3. pertambangan dan energi
4. minyak dan gas bumi
5. penataan ruang
6. pariwisata
7. penanaman modal
Himbauan kepada pengusaha Aceh supaya segera membentuk sebuah konsersium (himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha bersama) dalam rangka menyonsong akan masuknya investasi besar-besaran ke sabang. Ada beberapa investor besar dari luar negeri yang akan masuk ke Sabang seperti:
• Darmen Spion dari Belanda (pembangunan galangan kapal nonmiliter untuk kebutuhan sipil di sabang.
• Dubai Port dari Dubai (belum memastikan dibidang apa).

Secara Yuridis PP No.83 tahun 2010 makin menjamin kepastian hukum terkait pengelolaan Freeport dan freetrade Zone Sabang, dengan kata lain baru bisa implementatif dan fungsional. Banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada DKS melalui BPKS yang di dalam PP No.83 Tahun 2010 di sebut sebagai lembaga pemerintah non- struktural, terutama:
o penerbitan surat izin usaha
o izin investasi
o izin lainnya yang dibutuhkan bagi pengusaha yang mendirikan /menjalankan usaha di kawasan sabang.
Tiga pilar utama yang dibutuhkan sebuah investasi, yaitu Infrastruktur, Kepastian hukum, Keamanan. Untuk memperlancar kegiatan pengembangan fungsi kawasan sabang, Pemerintah Pusat melimpahkan sebagian kewenangan di bidang perizinan dan kewenangan lain kepada DKS, sebagaimana termaktub dalam PP No.83 tahun 2010, pasal 4.
Kewenangan di bidang perizinan, mencakup bidang:
1. Perdagangan (12 item);
2. Perindustrian (9 item);
3. Pertambangan dan energi (11 item);
4. Perhubungan (6 item);
5. Pariwisata (2 item);
6. Kelautan dan Perikanan (4 item)
7. Penanaman Modal (7 item)
Di luar itu, DKS masih memiliki kewenangan lain, yaitu;
8. Bidang penataan ruang (3 item);
9. Lingkungan Hidup (2 item);
10. Kewenangan pengembangan dan pengelolaan usaha;
11. Pengelolaan aset tetap.

KONSEP MANAJEMEN UPTD PUSKESWAN

Beberapa konsep manajemen yang perlu diketahui dan diterapkan di UPTD Puskeswan, antara lain sebagai berikut:
1. Perencanaan
Seperti(Permentan No.64/Permentan/OT.140/9/2007, Pasal 4 ayat 1):
 pelayanan kesehatan hewan
 konsultasi veteriner dan penyuluhan di bidang keswan
 memberikan surat keterangan dokter
 mengkoordinasikan kegiatan yang terkait di bidang keswan
 bertanggungjawab di lapangan dalam pengamanan, pencegahan serta pengendalian penyakit hewan.
Uraian mengenai proses perencanaan yaitu:
 mengumpulkan semua fakta/data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan macam perencanaan yang dibuat.
 manganalisis situasi dan masalah-masalah yang terlibat.
 memperkirakan perkembangan pada masa mendatang dengan dukungan 2 faktor di atas.
2. Mengorganisasikan UPTD Puskeswan
Dalam hal ini UPTD Puskeswan harus menata strukturnya, yaitu hal yang harus di tata antara lain (Pasal 6 ayat 1):
 Unsur Tata Usaha
Memiliki tugas yaitu melakukan urusan ketata usahaan yang meliputi:
 perencanaan keuangan
 kepegawaian
 rumah tangga dan perlengkapan
 administrasi pelaporan
 Unsur Pelaksana
yang membidangi:
 Pelayanan keswan, kesmavet dan reproduksi, memiliki tugas melakukan urusan meliputi:
• pembinaan
• pengembangan dan peningkatan mutu pelayanan keswan, kesmavet dan reproduksi
• pembuatan rekam medik dan pelaporan kasus penyakit hewan.
 epidemiologi dan informasi veteriner.
Mempunyai tugas melakukan urusan yang meliputi:
• surveilans dan pemetaan penyakit hewan
• pengumpulan dan analisa data yang meliputi: kejadian penyakit, kasus kematian, jumlah korban, wilayah yang tertular,pengambilan specimen dalam rangka peneguhan diagnosa penyakit hewan menular (PHM), pengamatan dan pemeriksaan PHM secara klinik, epidemiologik dan laboratorik serta melaporkan kejadian wabah penyakit hewan.
 Kelompok Jabatan Fungsional
Terdiri dari jabatan fungsional:
 Medik veteriner
 Paramedik veteriner
 jabatan fungsional lain
3. Pengarahan
Yang perlu dismpaikan kepada staf/karyawan antara lain:
 menentukan kewajiban dan tanggungjawab selama bekerja sehingga karyawan/staf mengetahui batasan-batasan yang ada.
 menetapkan hasil yang harus dicapai berdasarkan sasaran atau target yang dibuat.
 mendelegasikan wewenang dan kepercayaan kepada karyawan/staf sesuai dengan bidangnya.
4. Koordinasi
Merupakan upaya untuk menyesuaikan dan menyatukan tindakan serta perbuatan karyawan dan struktur yang terlibat dalam pengelolaan UPTD Puskeswan.
Contohnya: alat suntik sudah siap dan ayam sudah ditangkap, tetapi vaksinnya belum di beli.
Jadi apabila perencanaan (1) dan struktur organisasi(2) sudah jelas maka koordinasi (4) mudah dilakukan setelah ada pengarahan (3).
5. Pengendalian
Merupakan tindakan untuk memonitor/melihat sejauhmana hasil yang di dapat sesuai dengan sasaran dan tujuan yang di buat.
6. Evaluasi
Merupakan alat manajemen untuk melihat penyimpangan dimasa pengelolaan lalu kemudian dicarikan pemecahannya dimasa berikutnya.

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes